Film Indonesia adalah industri film yang jarang menghadirkan cerita baru secara skea. aliran utama. Film-film lokal tetap fokus pada genre horor supranatural, drama romantis, dan drama komedi. Tidak banyak produsen dan Direktur yang mencoba memperkenalkan sesuatu yang baru tetapi sering digagalkan oleh isu budaya di pasar yang sudah mau menawarkan film yang sama setiap periodenya.
Berikut sejumlah film Indonesia yang menampilkan materi dan tema baru dalam adegan tahun 2000-an dan seterusnya. Ada beberapa genre yang populer, tetapi naskahnya sepertinya segar DAN Satu diantara. Ada genre eksperimental dan elemen baru yang perlu dipopulerkan dalam sinematografi kita.
Janji Joni (2005)
Joni (Nicholas Saputra) adalah kurir roll film yang bekerja di bioskop lokal. Sepanjang karirnya, ia mengaku tidak pernah terlambat dalam pengiriman film. Hingga suatu saat janji tersebut diuji oleh seorang wanita (Mariana Renata) yang memikat Joni dengan imbalan nama.
Janji Joni memiliki plot yang sederhana dan fokus yang kemudian berkembang dengan berbagai take seru yang memberikan momentum bagi petualangan Joni. Sejauh ini film Indonesia terbaik dengan naskah komedi yang bagus. Cameo banyak tapi berkesan, semua adegan berkesan tanpa ada lubang di plot tertinggal. Film ini kadang membuat kita kangen Joko Anwar lagi menulis naskah komedi.
Fiksi. (2008)
Alisha (Ladia Cheryl) adalah seorang gadis yang telah menjalani seluruh hidupnya di sarang emas. Hingga suatu hari ia putus asa melarikan diri dari rumah untuk mengikuti pria yang dicintainya dan tinggal di sebuah apartemen. Bari (Donnie Alamsia) adalah pria yang diinginkannya, dia menulis novel tentang semua orang yang tinggal di apartemen itu. Untuk mengakhiri cerita Bari, Alisha melakukan hal yang tidak terduga.
“Fiksi.” ini salah satu filmnya film thriller psikologis paling-paling, dengan antihero wanita ikonik di tempat kejadian. Mouli Surya terinspirasi untuk membuat film ini oleh Alice’s Adventures in Wonderland.
Kala (2007)
Kala menjadi film yang diakui kritikus film lokal pada masanya sebagai film Indonesia bertema neo-noir pertama. Bahkan diiklankan sebagai lompatan tinggi dalam industri perfilman Indonesia.
Film ini bercerita tentang Janus (Fahri Albar), seorang jurnalis yang menderita narkolepsi. Suatu hari, dia mendengarkan rekaman video dengan pesan rahasia yang seharusnya hanya diketahui oleh satu orang.
“Kala” memang terinspirasi dari gaya film noir Hollywood, namun naskahnya memuat referensi sejarah supranatural setempat. Meski masih banyak aspek yang bisa diperbaiki, Kala tetap menjadi naskah neo-noir paling menarik dalam koleksi film Indonesia.
Pria Baik (2011)
Film-film bertemakan LGBT sudah lama mewarnai kancah perfilman Indonesia, salah satunya yang paling orisinal adalah Beautiful Man yang disutradarai oleh Teddy Soeriaatmaji. Kahaya (Rayhaanun) adalah seorang santri pesantren yang ingin bertemu dengan ayahnya yang bekerja di Jakarta. Dia sudah lama tidak melihatnya. Namun bertentangan dengan harapannya, ayahnya Syaful (Donny Damara) adalah seorang waria.
Konsep dramanya sangat sederhana, namun maknanya dalam. Film Indonesia yang berani menggunakan karakter seperti itu masih jarang, meski juga menjadi bagian dari fenomena di setiap sudut kota. Penampilan Donnie Damara dalam film ini juga merupakan penampilan terbaiknya.
Yang Tidak Mereka Bicarakan Saat Mereka Bicara Tentang Cinta (2013)
Genre drama romantis memang menjadi salah satu genre yang dominan di industri perfilman lokal, namun What They Don’t Talk About When They Talk About Love memiliki skenario paling orisinal koleksi lokal. Film ini memiliki konsep yang sederhana yaitu pengetahuan tentang cinta melalui kacamata penyandang disabilitas. Mulai dari naskah, akting, suara, mengedit Sinematografinya sangat sesuai dengan tema disabilitas yang menjadi tema utama.
Jika laki-laki jatuh cinta karena apa yang dilihatnya, dan laki-laki jatuh cinta karena apa yang didengarnya, lalu bagaimana penyandang disabilitas bisa jatuh cinta? Kita akan mengikuti kisah cinta Diana (Karina Salim) yang memiliki penglihatan kurang sempurna, Fitri (Ayushita) yang buta sejak lahir, dan Edo (Nicholas Saputra), hantu dokter yang tuli dan bisu.
Salinan Pikiranku (2015)
Banyak film non-horor Joko Anwar memiliki tema naskah yang sangat orisinal, mengangkat tema, atau menerapkan konsep plot yang menghadirkan tontonan baru bagi penonton Indonesia. A Copy of My Mind adalah film dramatis tentang masalah sosial yang menyentuh banyak topik dari kehidupan ibu kota.
Mulai dari ketimpangan sosial, kisah pekerja keras kelas bawah, hingga isu kebijakan publik dari sudut pandang orang awam, kisah ini adalah pasangan Sari (Tara Basro) dan Chikko Jericho (Alec). Sinematografi dan pencampuran audio Film ini juga merupakan salah satu yang terbaik di industri perfilman dalam negeri.
Kadrat (2022)
Beberapa tahun belakangan ini, film superhero Indonesia menjadi trending. Sayangnya, film lain tidak memenuhi harapan penonton dan gagal di bioskop lokal. Namun “Qodrat” membuktikan adanya konsep tema superhero yang sangat sesuai dengan genre yang disukai pasar Indonesia, namun tetap menghadirkan sesuatu yang baru.
Banyak orang mengira bahwa “Kodrat” adalah “Konstantin” Indonesia. Dibintangi Vino G. Bastian sebagai Ustad Kodrat, ia memiliki kemampuan mengusir setan yang menghuni tubuh manusia. Setelah banyak konsep superhero heroik yang diarahkan ke MCU atau DCU, Kodrat bisa menjadi inspirasi film superhero lokal yang mampu mencuri hati penonton lokal.
Marlina, Pembunuh dalam empat babak (2017)
Kalau di Hollywood thriller barat drama, film “Marlin si pembunuh dalam empat babak” memiliki genre thriller dengan unsur kedaerahan yang sangat Indonesia. Plotnya kurang lebih mirip dengan Kill Bill, di mana sang tokoh utama menolak untuk melupakan orang-orang yang membawa kemalangannya dengan memburu mereka satu per satu. Namun, kisah Marlin sendiri memiliki latar belakang dan nuansa yang sangat orisinal.
Entah kenapa masih sedikit Direktur yang berani mengeksplorasi lokasi syuting Indonesia serta tema daerah yang bisa diterjemahkan ke hampir semua genre. Mulai dari horor, hingga skenario dramatik dengan permasalahan lokal yang benar-benar ada di masyarakat kita. Namun dipoles dengan plot yang lebih dramatis, seperti Marlin.
Pemilik (2017)
Kebanyakan film drama romantis Indonesia memuat cerita dan plot yang sama. Jika ini bukan drama melankolis tentang karakter yang sakit, paling-paling ini hanyalah komedi romantis. Posesif merupakan film drama remaja yang naskahnya mengangkat pertanyaan tentang percintaan remaja. Terutama tentang hubungan yang beracun dan bagaimana pola asuh mempengaruhi orang tua.
Bagi Lala (Putri Marino), Yudhis (Adipati Dolken) adalah pengalaman pacaran pertamanya. Tapi Yudhis ingin hubungan mereka abadi. “Posesif” membuat sensasi baru ketika menonton film romantis Indonesia, meskipun Anda dapat melihat bagaimana Gina S. Noer sebagai penulis skenario masih menahan kemampuannya untuk menulis skenario yang berani untuk film ini.
Ketakutan Ketakutan (2022)
Indonesia, sebagai negara yang kaya akan warisan budaya dan warisan budaya, seharusnya lebih banyak memproduksi film daerah. Ngeri Sedap yang Mengerikan adalah yang terbaik dalam adegan ini, meski sudah ada beberapa film dengan unsur daerah yang semakin marak di industri lokal.
Pak Domu (Arswendi Bening Swara) dan Marleena, istrinya (Tika Pangabin), disebut-sebut pura-pura ingin bercerai demi meyakinkan ketiga putranya untuk kembali ke kampung halamannya di Sumatera. Film ini tidak hanya menampilkan permasalahan keluarga Batak yang asli, tetapi juga memanfaatkan lokasi syuting Sumatera Utara secara maksimal sebagai penunjang sinematografi film Indonesia yang memukau.