Fenomena Citayam Fashion Week sedang menjadi perbincangan hangat di media sosial. Dimana para remaja penderita SCBD (Sudirman, Chitayam, Bojong Gede, Depok) berkumpul di majeng di kecamatan Sudirman Dukuh Atas, Jakarta. Mereka menarik perhatian dengan gaya dan rias wajah mereka yang unik.
Ini bukan pertama kalinya bagi anak muda di sekitar Jawa Barat. Pada 1980-an, fenomena serupa terjadi di Blok M, Kebayoran Baru. Fenomena ini kemudian dijadikan latar belakang skenario film “Blok M” (Seharusnya Lokasi Mejeng) yang ditulis oleh Helmi Yahya pada tahun 1990. Di Blok M yang disutradarai Edward Searight, Desi Ratnasari berperan sebagai Lola dan Paramita Rusadi berperan sebagai Cindy.
Lola adalah anak dari keluarga kaya, tapi dia kesepian di rumah. Itu sebabnya dia mencintai meijene di Blok M sepulang sekolah bersama ketiga sahabatnya. Sedangkan Cindy dikenal sebagai teman sekolah Lola yang memiliki reputasi buruk. Dia sering terlihat mengawal pria yang lebih tua di luar sekolah. Saat terjadi kesalahpahaman di antara mereka, Lola dan Cindy menjadi sahabat.
Alasan Lola dan teman-temannya bertemu di Blok M
Sebagai sebuah karya film, Block M masih memiliki plot dramatis yang besar, yaitu interaksi Lola dan Cindy dengan konflik remaja yang sepele. Namun, lokasi Block M sebagai setting mendominasi dan menutupi kisah Lola dan teman-temannya. Selalu ada faktor terjadinya suatu fenomena. Meski film ini tidak menjelaskan asal muasal fenomena mezheng di Blok M, sedikit banyak kita bisa memahami mengapa remaja seperti Lola mau berkumpul di tempat-tempat umum tersebut.
Meski terlahir dari keluarga kaya, bersekolah dan memiliki banyak teman, Lola merasa kesepian di rumah. Ayahnya sibuk dengan pekerjaan, dan ibunya sering mengikuti kegiatan sosial. Lola yang memiliki kepribadian manja menyebutkan bahwa dirinya setiap hari merasa seperti yatim piatu. Karena tidak ada seorang pun di rumah kecuali pembantu. Karena itu, ia lebih memilih nongkrong di Blok M yang bising.
Fenomena Citayam Fashion Week rupanya juga bermula dari kebosanan. Sebelum pandemi, remaja bisa lebih lama nongkrong di sekolah. Ada pentas seni (pensiun), aneka lomba, ekstrakurikuler. Remaja kebanyakan suka mencari tempat untuk mejang, mengekspresikan diri atau sekedar bersenang-senang di tengah keramaian.

Citayam Fashion Week (Foto: JPNN)
Apa yang dilakukan para remaja selama berada di Blok M?
Di film “Block M” kita juga bisa melihat gambar-gambar kegiatan mezheng, mirip dengan yang dilakukan para remaja di tahun 80-an dan 90-an. Ada sebuah adegan di mana stasiun radio Prambors sedang melakukan sesuatu seperti kompetisi mejeng. Setiap remaja yang meigen di Blok M tidak hanya memakai pakaian modis, tapi juga memamerkan kendaraannya yang kebanyakan adalah mobil. Beberapa mengendarai mobil katak berwarna cerah atau hanya meminjam sedan dari orang tua mereka. DJ radio kemudian akan mengomentari penampilan mereka dan dapat langsung didengarkan di radio mobil.
Ada juga atraksi sepeda BMX, sebuah permainan papan luncursebelum com.brakedance di sudut-sudut Blok M. Sebagai tempat perbelanjaan dan tempat makan, Blok M mungkin merupakan tempat pertemuan yang sangat strategis bagi anak muda saat itu. Seperti Lola dan gengnya menghabiskan waktu berbelanja atau sekadar jendela belanja sedang mengerjakanpendengaran.
Sementara itu, kawasan Dukuh Atas merupakan titik transit angkutan umum (KRL) dan kawasan yang mengedepankan kenyamanan pejalan kaki. Fenomena Citayam Fashion Week sendiri lebih mirip dengan fenomena Fashion Street di Harajuku, Tokyo. Kelurahan Dukuh Atas juga bisa menjadi pusat Para Pihak dengan lebih banyak lagi butik di kafe-kafe di sekitarnya.
Opini masyarakat tentang tren Mejeng di tempat-tempat umum kota
Blok M juga mempertanyakan motivasi remaja yang gemar meijeng di tempat umum. Meski tidak datang dari publik, hal itu terlihat dari pertengkaran di geng Lola yang mengkhawatirkan reputasi Cindy sebagai gadis panggilan. Ia merasa Cindy tidak pantas nongkrong di Blok M karena hanya remaja “baik” yang boleh nongkrong. Namun, Cindy memiliki pembelaannya sendiri bahwa dia terpaksa melakukan hal-hal yang merusak reputasinya, dan Lola serta teman-temannya hanya nongkrong karena genit. Sebelum kebenaran terungkap, teman Lola mengaku tidak semua cewek yang nongkrong di Blok M itu genit, tapi tidak semua yang genit mau nongkrong di Blok M. Itu hanya tempat nongkrong semua remaja.
Remaja penderita SCBD tak luput dari kontroversi dan kritik. Ada yang bilang mereka mengganggu tempat umum sampai dianggap hambar dan hambar.
Selama para remaja ini mengikuti protokol sanitasi dan mengikuti imbauan ketertiban dan kebersihan, fenomena ini dapat dipandang sebagai kemungkinan yang lebih positif. Bahkan, tidak hanya untuk anak-anak penderita SCBD, tetapi untuk semua remaja dari berbagai kalangan, maupun dari daerah dan kota lain di sekitar ibu kota, agar bisa mengekspresikan diri.